Seintaiscraft

Jumat, 10 Juni 2011

dinasti cina

a. Dinasti Shang (1523-1027 SM)
Dinasti Shang merupakan dinasti tertua di negeri Cina, namun
tidak adanya bukti tertulis maka pada zaman itu bisa
dikategorikan sebagai masa prasejarah. Setelah dinasti Hsia
runtuh, muncul Dinasti Shang dengan ibukota Anyang (sebelah
Utara Lembah Sungai Hwang Ho). Posisi wilayah kerajaan ini
sangat aman, terutama ditunjang oleh kondisi geografi yang tidak
mendukung adanya serbuan dari luar, sebelah Barat sampai Barat
Daya dikelilingi oleh pegunungan, sebelah Utara adalah padang
Gurun Gobi dan sebelah Timur dan Selatan adalah Laut Pasifik.
Pada zaman Dinasti Shang muncul kepercayaan menyembah
banyak dewa, sebagai dewa tertinggi adalah dewa langit Shang
Ti, tetapi bangsa Cina tidak meninggalkan kepercayaan kepada
roh nenek moyang.
b. Dinasti Chou (1027 – 256 SM)
Dinasti Chou menggantikan Dinasti Shang setelah terjadi
perebutan kekuasaan dengan alasan raja dari Dinasti Shang
dianggap salah mengurus negara dan telah meninggalkan mandat
dari Dewa Langit. Sebagai ibukota dipilih Kota Hao. Kondisi
sosial dalam masyarakat semasa Dinasti Shang sudah terbentuk,
secara tidak disadari telah terbentuk dua golongan, yaitu golongan
bangsawan dan golongan rakyat biasa. Adanya kondisi ini
melahirkan sistem feodalisme yang diterapkan pada masa Dinasti
Chou. Sistem pemerintahan pada Dinasti Chou dikuasai secara
terpusat di bawah kekuasaan Kaisar, dan daerah-daerah yang
dikuasai raja dipimpin oleh raja bawahan (Raja Vazal) sebagai
pembantu. Sistem seperti ini, Raja Vazal selalu menekan kepadarakyatnya untuk membayar upeti dan memperkuat daerahnya
sendiri dengan membentuk pasukan militer yang menguasai
daerah-daerah tetangga yang lemah dengan alasan memperkuat
kekuatan pusat apabila dibutuhkan.
Adanya serangan bangsa barbar dari sebelah barat Cina ke
ibukota Hao, menyebabkan dipindahkannya ibukota ke Loyang
di sebelah Timur. Akibat serangan ini memperlemah kekuatan
Dinasti Chou ditambah lagi dengan lemahnya kekuatan pusat
yang beralih ke daerah maka tahun 770 SM terjadi pergantian
kekuasaan oleh persekutuan raja-raja Vazal. Karena lemahnya
kerajaan, pada tahun 480 SM Cina terbagi menjadi tiga penguasa,
yaitu Chi di Shantung, Chu di bagian Utara Sungai Yang Tse dan
Chin di Lembah Sungai Hwang Ho. Kondisi pemerintahan
seperti ini melahirkan para tokoh filsafat, di antaranya Lao Tse,
Kong Fu Tse, Meng Tse, dan lain-lain.
c. Dinasti Chin (221 – 206 SM)
Di antara tiga penguasa, Chin adalah penguasa yang agresif dan
mengalahkan kekuatan lainnya. Barulah tahun 221 SM, Pangeran
Cheng sebagai penguasa Chin membeli wilayah untuk
kekuasaanya dari Manchuria sampai Yang Tse. Keberhasilannya
itu, Pangerang Cheng menamai dirinya Shih Huang Ti (Kaisar
Pertama).

Kebijakan-kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh Shih
Huang Ti selama berkuasa, yaitu:
(1) Penghapusan sistem feodalisme dan raja vazal.
(2) Sistem birokrasi terpusat, dengan seorang gubernur untuk
mengatur provinsi.
(3) Menyusun tulisan yang seragam.
(4) Memperluas wilayah Cina, bahkan hingga Korea.
(5) Memerintahkan pembangunan tembok Cina, untuk
menahan serangan tentara Mongol dari Utara.
(6) Pengaturan takaran dalam perdagangan.
(7) Petani dan masyarakat golongan biasa dikenai wajib militer,
pajak tinggi dan kerja paksa.
(8) Menghancurkan faham Kong Fu Tse dengan membunuh
sarjana dan membakar buku-buku ajarannya.
Shih Huang Ti wafat tahun 210 SM, terjadi kekacauan di
provinsi yang diakibatkan oleh keserakahan para gubernur dan
bangsawan yang ingin mengambil kekuasaan di Cina, dan
timbulnya pemberontakan rakyat terhadap sistem yang
diterapkan oleh Shih Huang Ti. Salah seorang petani bernama
Liu Pang berhasil mengatasi kekacauan dan menduduki tahta
kerajaan dengan mendirikan Dinasti Han.

d. Dinasti Han (206 SM – 221 M)
Kedekatan Liu Pang kepada rakyat dan pendidikan, ajaran Kong
Fu Tse dihidupkan kembali bahkan ajarannya dipakai sebagai
seleksi calon pegawai negara dan kenaikan jabatan, sistem
feodalisme dikekang, penghapusan pajak, dan pembangunan
irigasi dan jalan yang baru.
Dinasti Han, tetap mempertahan tradisi dinasti-dinasti
sebelumnya untuk memperluas wilayah Cina, bahkan pada saat
kekuasaan kaisar Wu Ti menghasilkan sebuah imperium yang
luas hingga ke Korea, Turkestan, sebagian India dan IndoCina.
Berkat imperium ini, terjadi hubungan perdagangan antara Cina
dan India sehingga terjadi percampuran kebudayaan dan
dimulainya masuk ajaran agama Buddha. Jalur perdagangan Cina
dengan Asia Tengah menggunakan Jalur Sutera, yaitu jalur
perjalanan dari Cina ke Asia Tengah melalui India Utara. Adanya
kerawanan keamanan selama perjalanan, jalur perdagangan
diganti melalui laut melalui Indonesia. Sepeninggal Wu Ti, Cina
mengalami kemunduran akibat kebijakan yang tidak
menguntungkan orang kaya dengan cara penghapusan budak,
pembagian pemilikan tanah dan penetapan harga. Kehancuran
Dinasti Han terjadi pada tahun 221 SM.

e. Dinasti T’ang (618 – 906 M)
Pada zaman Dinasti T’ang bangsa Cina mengalami kejayaan
kembali yang sebelumnya telah hancur dan terpecah-pecah
menjadi negara kecil. Kemajuan Dinasti T’ang ditunjang
kedekatannya kepada para petani dan kaum bangsawan dengan
diberlakukannya Undang-undang tentang pembagian tanah dan
perpajakan. Wilayah Cina diperluas hingga ke Persia dan Laut
Kaspia sehingga terjalin hubungan perdagangan dengan Asia
Tengah. Dari perdagangan inilah masuknya agama Kristen dan
Islam ke daratan Cina.




Ilmu pengetahuan bangsa Cina diketahui dari tulisan-tulisannya
yang berbentuk gambar (piktograf). Tulisan ini menunjukkan
lambang dari suatu kata atau kalimat, sehingga komunikasi antar
daerah bisa terwujud apalagi daerah yang ditempati oleh
kelompok-kelompok terpisah-pisah. Pada awalnya tulisan-tulisan
ditulis di kayu, kulit, bambu, dan bahkan tulang binatang.
Kemajuan lain bangsa Cina dapat dirasakan dengan banyaknya
sisa-sisa peninggalannya dari bahan logam yang kemudian
diperdagangkan hingga ke luar negeri. Iklim di Cina mengenal
empat musim, adanya keteraturan pergantian musim
dimanfaatkan dengan membuat penanggalan dan ilmu
perbintangan sehingga dapat dipakai untuk keperluan pola tanampertanian, perdagangan dan pelayaran. Penemuan swipoa adalah
salah satu bentuk keahlian bangsa Cina di bidang matematika
yang digunakan untuk mempercepat perhitungan saat berdagang.


Pada masa Dinasti Chou muncul beberapa tokoh filsafat, tiga
diantaranya merupakan yang terbesar, yaitu Lao Tse, Kong Fu
Tse dan Meng Tse.
a. Lao Tse
Lao Tse merupakan pencetus dasar-dasar Tao (Tao artinya jalan)
dalam buku yang berjudul Tao Tse Ting. Oleh karena itu, ajaran
Lao Tse dikenal dengan nama Taoisme. Dalam Taoisme, manusia
diharuskan untuk pasrah terhadap hal-hal yang dialaminya dan
selalu menjalankan kehidupannya dengan baik karena senang
ataupun susah tidak ada bedanya, yang penting adalah cara
menjalaninya yang harus diperbaiki. Taoisme mengajarkan tentang
keseimbangan alam dengan yin dan yang. Yin adalah unsur-unsur
negatif misalnya: malam, gelap, dingin, perempuan. Yang adalah
unsur-unsur positif, misalnya siang, terang, panas, laki-laki.
b. Kong Fu Tse
Ajaran Kong Fu Tse mengacu pada ajaran Taoisme yang mengharuskan
adanya keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kong Fu Tse memusatkan ajarannya pada kehidupan sehari-hari,
dan keluarga adalah inti dari masyarakat. Keselarasan hidup
dalam keluarga bisa dirasakan saat orang tua menyayangi anak,
anak menghormati orang tua, laki-laki sebagai kepala keluarga,
perempuan sebagai pengurus rumah tangga. Pemikiran ini
diterapkan pada sistem pemerintahan dimana raja harus
menyayangi rakyatnya begitu pula rakyat harus taat kepada raja.
c. Meng Tse
Meng Fu Tse mengikuti ajaran gurunya, Kong Fu Tse. Ia
mengajarkan bahwa rakyat boleh mengingatkan raja dan
memberontak apabila haknya diabaikan, begitu pula rakyat harus
tunduk, taat dan melaksanakan kewajiban yang diperintahkan
oleh raja. Timbal balik antara raja dan rakyat merupakan dasardasar
kehidupan dalam negara demokrasi, sama seperti yang
pernah dilontarkan pula oleh Plato.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar